Minggu, 21 Januari 2024

raden ronggo sang “pahlawan terakhir”

Jenazah Raden Ronggo dan  Sumonegoro di bersihkan di
Bengawan Solo, dibungkus dengan kain putih dan  diserahkan
kepada Purwodipuro untuk diangkut ke Yogya. Begitu jenazah
tersebut tiba di ibu kota kesultanan,  Sultan memerintahkan kedua jenazah itu ditaruh dalam keranda
terbuka dan digantung di persimpangan di Pangurakan dekat gardu di
alun-alun utara, di mana biasanya jenazah penjahat yang dihukum mati
dipamerkan.., kedua jenazah tersebut  mungkin dilihat oleh P Diponegoro dalam perjalanannya ke keraton. sebelum kedua jenazah itu diturunkan dan di kebumikan pada 22 Desember di pekuburan para pengkhianat di Banyusumurup arah tenggara Imogiri.....
#########

Meskipun hidup Raden Ronggo berakhir getir, pemberontakannya
merupakan peristiwa besar dalam sejarah keraton Jawa tengah-selatan
sebelum pecah Perang Jawa....

Arti politik semua ini tidak luput dari kesadaran Diponegoro.
Kekagumannya pada Ronggo ditulisnya dalam babad karyanya. Inilah
seorang bangsawan muda Yogya, yang nyaris seusia dengan dirinya,
seorang lelaki seperti dia yang menikmati hubungan erat dengan
berbagai paguyuban Islam-Jawa dan yang siap terjun berjuang daripada
wafat menyedihkan se bagai seorang tawanan penguasa Eropa. Dalam
banyak hal, Ronggo ialah seorang kesatria, pangeran wirayuda. Bagi
Diponegoro Ronggo merupakan suri-teladan manakala ia menghadapi
situasi ekonomi dan politik yang serupa di jan tung Jawa tengah-selatan
dalam dasawarsa menjelang Perang J awa. De ngan pertalian keluarga
yang dekat dengan Ronggo, pertalian yang di perkuat berkat sejumlah
pernikahannya dengan putri dan keponakan al mar hum Bupati Wedana
itu (Apendiks III), dan kepercayaannya yang besar terhadap putra
almarhum yang masih remaja, Sentot, sebagai pang lima kavalerinya yang utama, tidaklah mengherankan bahwa Diponegoro telah memperlakukan
Ronggo sebagai “saudara sedarah” dan juga sebagai “pahlawan terakhir”
Kesultanan Yogya. Ketika giliran Pangeran tiba untuk maju membela
keutuhan moral dan kerohanian ta tanan lama masyarakat Jawa, ia akan
melakukannya di bawah panji yang lebih luas, yaitu Islam J awa, dan
dengan imbauan semangat Ratu Adil. Meski semangat itu tak tertandingi
oleh Ronggo, arwah Bupati Wedana yang sudah tewas itu dan kenangan
pada raja-raja Mataram yang wirayuda (ratu pinarjurit) akan terus
membayangi perjuangan sang Pangeran, persis seperti Mangkubumi
membayangi pemberontakan Ronggo yang gagal itu...
jumput sana sini dari: KUASA RAMALAN Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855 PETER CAREY