Jumat, 10 Februari 2012

DEWI AMBA ,DAN LELAKI YANG TERPERANGKAP JANJI.

Gulungan lontar itu...digenggam dalam ragu...tangan yang gemulai....memetik sekar kenanga  yang menjuntai laksana rambut hitam para bidadari...bau ratus ribuan dupa hio telah sampai disini...gemuruh komat-kamit doa membuat langit gerah keruh...."kang pinesti pesti...tan iso kapupus pupus..."  semuanya telah tercatat...tergaris dalam titian kepastian...inilah hari kesepuluh kakandaku setelah tegal kuru setra terbasuh oleh darah merah...aku akan datang padamu..sesuai janjiku,aku jemput kau di swargaloka  inilah penantian panjangku ..kakanda Bisma....dan senyum dewi amba berkembangan tersamun kabut tipis khayangan.....

Bhagawat Gita telah tercetus ...  Kresna putra Basudewa, kesayangan utama Dewaki, penghancur raksasa Kamsa dan Canura;... wahai Yogaswara  yang telah ber tiwikrama...memperlihatkan Wujud Ilahi ...tertinggi-Nya kepada Partha (Arjuna)...Dengan banyak mulut dan mata, dengan banyak visi luar biasa, banyak perhiasan ilahi serta senjata terhunus. Dengan mengenakan kalung rangkaian bunga dan pakaian surgawi, dengan wewangian dan shalimar (wangi surgawi), yang semuanya gilang gemilang menakjubkan, tak terbatas, dengan muka menghadap ke segala arah.....Dhananjaya (Arjuna), yang tersentak perasaannya dengan rasa kagum dan bulu romanya berdiri, membungkukkan kepalanya kepada Yang Kuasa dengan tangan mencakup dalam bersembah, lalu berkata:
" Aku melihat-Mu dalam wujud tak terbatas pada segala sisi, dengan tangan, perut, muka dan mata yang tak terhitung banyaknya, tetapi aku tak melihat akhir, pertengahan, dan permulaan-Mu, wahai Penguasa Alam Semesta dengan Wujud Universal...Ketika aku melihat-Mu yang menyentuh langit, yang cemerlang dengan berbagai warna, dengan mulut yang terbuka lebar dan mata lebar bersinar, hati kecilku gemetar ketakutan dan aku merasakan ketidakmantapan serta kedamaian, wahai Wisnu....Ketika aku melihat mulut-Mu yang mengerikan dengan taring-taringnya seperti kobaran api pralaya, aku kehilangan arah dan tak menemukan kedamaian. Wahai Penguasa para dewa, tempat berlindung segenap alam semesta, berbaik hatilah padaku....Beritahukanlah kepadaku siapakah yang berwujud menyeramkan ini. Aku bersujud kepada-Mu Dewata Agung, ampunilah aku.... "
Sri Bhegawan  Kresna bersabda :
Aku adalah Kala,sebagai pemusnah alam dunia yang tumbuh menjadi masak dan terlibat di sini dalam memusnahkan dunia ini. ..Bahkan tanpa upayamu pun, seluruh pasukan yang berdiri dalam formasi tempur itu.. akan musnah semuanya....

Oleh karena itu, bangkitlah engkau dan raihlah kemenangan. Taklukkan musuh-musuhmu dan nikmatilah kerajaan yang makmur sejahtera. ...Sebenarnya mereka semua telah Aku musnahkan; sedangkan engkau hanyalah alat belaka, wahai Arjuna.....

Bunuhlah Durna, Bisma, Jayadratha, Karna dan para pahlawan agung lainnya, yang semuanya telah Aku musnahkan. ..Janganlah gentar; bertempurlah dan engkau harus menaklukkan musuh-musuh dalam peperangan ini.....

 “tarlen saking liyep layaping aluyup, pindha pesating supena sumusup ing rasa jati...rasa jati...Omm”..... pikiranku adalah belantara yang SUWUNG..GUNG LIWANG LIWUNG....aku telah menemukan SEKAR TANJUNG BIRU...ya Kesawa...ya Kresna....tanganku kuyu layu..telah perkasa merentang Gendewa.. Pasopati ku...Sarotama,Ardadali,Cundamanik....keris Pulanggeni TERHUNUS....cambuk kyai Pamuk ini akan memekakkan telinga mereka yang TULI ! sudah tidak ada beban dalam hati pikiranku......."kang pinesti pesti...tan iso kapupus pupus..."  dengarkan ini sepenuh hati aku berteriak.....

Wahai kakekku Bisma...aku menyayangimu sebagai cucumu...
Wahai kakekku Bisma...aku menghormatimu sebagai kakekku
kebenaran itu  tegak karena harus ditegakkan...
ketika Kau ada didepanku..menghalangi sebuah REVOLUSI
dan engkau melindungi kerusakan  negeri ini
maka engkau adalah SATRU TUNGGAL ku...

Jika matamu masih MELIHAT KEBENARAN itu....MUNDUR PERGI !
atau aku akan mencokel matamu satu persatu !
Jika mulut masih setia dengan MATAHATI...SUARAKAN DHARMA SUCI !
atau aku akan menyobek mulutmu hingga tak bersuara lagi.....
Jika kuping mu belum PEKAK ..DENGARKAN KATA HATI SUNYI !
atau akan kupotong kupingmu untuk makanan babi!


Debu mengepul diantara..jejak darah prajurit mati...matahari muncul di timur seperti biasa..menampakkan siluet panjang beribu-ribu prajurit ,hitam legam.anyir darah apek debu jadi satu...berjuta lalat berkerumun....inilah hari kesepuluh itu..srikandi telah berdiri diatas kereta perangnya...memegang panah busur....Bisma dikejauhan menatap dengan mata tajam...memandang sayu.."AKU ADALAH KSATRIA YANG TERPERANGKAP JANJI..."teringat lalu dewi Amba yang mati didalam pelukannya...." MAAF ADINDA AMBA...AKU TAK BERMAKSUD SEPERTI ITU....AKU ADALAH KSATRIA YANG TERPERANGKAP JANJI..." Resi bisma terus mengulanginya berkali-kali; ...."kang pinesti pesti...tan iso kapupus pupus..."  semuanya telah tercatat...tergaris dalam titian kepastian...
Sangkakala telah ditiup...perang besar hari kesepuluh dimulai,Resi Bisma merangsek kedepan..prajurit prajurit bertumbangan...sang Kresna mendaulat Srikandi menghadapi Resi Bisma...Kedua saling berhadapan, Bisma memukul srikandi,Bisma menendang Srikandi..Srikandi diam tak bergeming....Bisma memukul,menendang lebih keras Dewi Srikandi tetap tidak membalas....Bisma terkesima di hadapannya adalah Dewi Amba...kekasih tercinta....
"KAKANDA BISMA AKU DATANG MENJEMPUTMU...INILAH HARI YANG DIJANJIKAN ITU...AKU DATANG MENJEMPUTMU KE SWARGALOKA  BISMA KEKASIHKU...KSTRIA YANG TERPERANGKAP JANJI..."
melihat  dewi Amba telah manjing dalam badan Dewi Srikandi...Sri Kresna menyuruh Srikandi memanah sang Resi Bisma....Karena rasa kewanitaannya. srikandi tidak tega membunuh Resi Bisma... panah Hrusangkali   melesat tak berdaya....secepat kilat panah Arjuna mendorong panah Hrusangkali.....panah srikandi itupun menancap didada Sang Bisma.....sang Bisma jatuh...semuanya hitam ....BISMA GUGUR.......BISMA GUGUR.......BISMA GUGUR.......BISMA GUGUR..SEKETIKA ITU PERANG BERHENTI ...SEMUA MENGUCAP DUKA PAHLAWAN AGUNG TELAH TIADA....KURUSETRA SUNYI!
                                                                     **********
Diatas Swargaloka...bertalu-talu degung KEBOGIRO....menyambut sepasang kekasih,,para bidadari nenaburkan melati disetiap jalan yang mereka lewati...dewi Amba menggandeng suami tercinta Bisma...Gulungan lontar itu...digenggam erat...tangan yang gemulai....memetik sekar kenanga  yang menjuntai laksana rambut hitam para bidadari....bau ratus ribuan dupa hio telah sampai disini...gemuruh komat-kamit doa membuat langit membuahkan bianglala setelah sedari tadi hujan.."kang pinesti pesti...tan iso kapupus pupus..."  semuanya telah tercatat...tergaris dalam titian kepastian... @Rawont (pandaan 10 Febuari 2012) terinpirasikan dari Bhagawat Gita bab11  dan kisah cinta bisma yang paradoxs...

Selasa, 07 Februari 2012

UNTUK PRAM....


DI  tanggal 6 februari yang lalu  Pramoedya Ananta Toer ulang tahun....dan saya pun membuka catatan hidup beliau.
....... beliau lahir di. Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925  dan  meninggal di Jakarta, 30 April 2006 pada umur 81 tahun),Pramoedya Ananta Toer terkenal dengan nick namenya PRAM adalah penulis besar indonesia yang telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 41 bahasa asing....lahir dari kalangan rakyat kecil seperti saya... Ayahnya adalah seorang guru, sedangkan ibunya berdagang nasi. Nama asli Pramoedya adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis dalam koleksi cerita pendek semi-otobiografinya yang berjudul Cerita Dari Blora. Karena nama keluarga Mastoer (nama ayahnya) dirasakan terlalu aristokratik, ia menghilangkan awalan Jawa "Mas" dari nama tersebut dan menggunakan "Toer" sebagai nama keluarganya....
Selain pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1 tahun pada masa Orde Lama, selama masa Orde Baru Pramoedya merasakan 14 tahun ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan.....13 Oktober 1965 - Juli 1969,Juli 1969 - 16 Agustus 1969 di Pulau Nusakambangan,Agustus 1969 - 12 November 1979 di Pulau Buru,November - 21 Desember 1979 di Magelang....banyak versi kontroversi tentang PRAM...Ketika Pramoedya mendapatkan Ramon Magsaysay Award, 1995, ...sebanyak 26 tokoh sastra Indonesia menulis surat 'protes' ke yayasan Ramon Magsaysay. Mereka tidak setuju, Pramoedya yang dituding sebagai "jubir sekaligus algojo Lekra paling galak, menghantam, menggasak, membantai dan mengganyang" pada masa demokrasi terpimpin, tidak pantas diberikan hadiah dan menuntut pencabutan penghargaan yang dianugerahkan kepada Pramoedya...............( sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Ramon_Magsaysay_Award).
Terlepas  dari benar dan salahnya..saya tidak begitu peduli....karena sejarah bisa dibengkok dan dirubah.. Yang saya kagumi dari beliau adalah kekenyalan dalam menghadapi segala perubahan dari rezim ke rezim dari orde ke orde....ia adalah karet hidup yang tahan banting dan tahan korosi...lentur dalam melawan kecongkakaan... selalu percaya bahwa akan ada harapan kelak....tetap menulis diantara ketidak pastian di dalam  masa penjaranya di pulau buru....berharap anak-anak dan cucunya kelak bisa membaca tulisannya!
ada catatan pinggir  tetangPram  yang saya sunting dari Majalah Tempo No 08, 27 Apr-3 Mei 1999 yang ditulis oleh seorang maestro penulis indonesia Goenawan Mohamad..yang juga pernah terpenjara karena tulisannya...

                                                                          ********
 Pram
                   (sebuah catatan pinggir oleh :Goenawan Mohamad)

"Pramudya Ananta Toer di New York. Bagaimana kita pernah membayangkan ini? Di tengah Park Avenue tulip bermunculan kembali-tiap tahun seperti tak disangka-sangka-dengan rapi, seakan kembang plastik. Ini akhir April. Di dalam Gedung Asia Society di tepi avenue itu, di auditoriumnya yang penuh sesak, orang memandang ke pentas: Pramudya Ananta Toer di New York. Sesuatu yang lebih tak terduga. Orang sadar bahwa di panggung yang tertata itu, ada sesuatu yang datang dari sebuah pengalaman yang suram.


Pram mengenakan jas Nehru abu-abu, rambutnya yang memutih dan gondrong tersibak ke belakang. Dalam umurnya yang lebih dari 70 tahun, ia tampak kuat, langsing, tegak. Suaranya besar dan mantap, dengan getar di sana-sini. John MacGlynn, penerjemahnya, duduk di dekatnya, dekat sekali ke telinga Pramudya yang pekak, untuk setiap kali menyalin percakapan ke dalam bahasa Inggris atau sebaliknya. Di sebelah kiri Pramudya, Mary Zurbuchen, mengajukan beberapa pertanyaan dalam sebuah interview yang menarik, sebelum Pramudya menghadapi hadirin.


Pernahkah kita membayangkan ini? Mungkin kita akan mengatakan, sejarah memang sebuah proses dari keadaan terbelenggu ke arah keadaan merdeka-dan riwayat hidup Pramudya Ananta Toer melukiskan itu. Di zaman perang kemerdekaan ia ditangkap dan dipenjarakan Belanda, karena ia anggota dari pasukan Republik. Di zaman “Demokrasi Terpimpin” Soekarno ia dipenjarakan tentara, karena bukunya Hoakiau di Indonesia. Di zaman “Orde Baru” ia dipenjarakan, dibuang ke Pulau Buru, dan kemudian dikembalikan ke Jakarta tetapi tetap tak bebas, selama hampir 20 tahun. Dan kini, tahun 1999, ia mendapatkan paspornya, ia seorang yang merdeka kembali, dan ia berangkat ke Amerika Serikat, sebuah negeri yang tak pernah dikunjunginya-dan ia disambut.


Tetapi benarkah sejarah punya narasi selurus itu? Di Pulau Buru, tempat ia diasingkan selama 13 tahun beserta 12.000 tahanan politik lainnya, sebuah gulag yang dikurung oleh laut, sebuah kamp yang dikitari savana dan diselang-selingi rawa, barangkali yang bertahan hanya ide bahwa kelak manusia akan bebas. Terutama jika orang mempercayai Hegel dan Marx-seperti mempercayai eskatologi bahwa surga akan datang kelak di kemudian hari karena itulah janji Tuhan. Tetapi jika kita baca catatan-catatan Pramudya yang kemudian dihimpun di bawah judul Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, yang di Amerika tahun ini diterbitkan sebagai The Mute’s Soliloquy, barangkali yang tebersit di sana bukanlah eskatologi itu, bukan Hegel bukan pula Marx, melainkan sebuah “pesimisme pemikiran, optimisme kehendak”.


Kalimat ini datang juga dari keadaan terpenjara: yang menuliskannya seorang Marxis yang orisinil, Antonio Gramsci, dari selnya di Italia di tahun 1930-an. Mungkin itu pulalah yang juga terjadi di Buru. Pram menuliskan catatannya dan kemudian menyembunyikannya, tanpa harapan bahwa semua itu akan dibaca. Tetapi, seperti dikatakannya kepada Mary Zurbuchen, ia ingin agar ada kesaksian bagi anak-anaknya-yang terpisah dari dirinya selama bertahun-tahun itu-bahwa “mereka pernah punya seorang ayah”.


Ancaman dari waktu adalah ketidaktahuan yang berlanjut atau lupa yang kemudian terjadi. Mengetahui, dalam melawan ancaman waktu itulah hal yang penting bagi Pram. Ia tak tahu apakah ia akan menang. Akalnya mengatakan kemenangan baginya mustahil. Tetapi ia tak hendak menyerah. Ia menulis sederet novel sejarah.


George Orwell pernah mengatakan bahwa bentuk novel adalah yang “paling anarkis” dalam kesusastraan. Orwell benar, sepanjang sifat “anarkis” itu diartikan penampikan novel kepada segala yang ortodoks dan mengekang. Tetapi pada sisi lain, novel-seperti yang ditulis oleh Orwell dan Pramudya, terutama novel sejarah itu-mempunyai dorongan yang dekat dengan kehendak “mengetahui”. Dan “mengetahui” bukanlah sesuatu yang bisa terjadi dengan anarki; mengetahui adalah proses yang tertib.


Dalam novel, sejarah memperoleh alur, mendapatkan bentuk. Mungkin bukan sebuah alur Hegelian (bahwa sejarah akan berakhir dengan kemerdekaan), tetapi bagaimanapun bukan sesuatu yang acak-acakan. Haruskah dengan pandangan demikian ini pula kita melihat cerita hidup Pramudya sendiri: dari sebuah pulau buangan yang jauh di Maluku, sampai dengan ke Amerika Serikat, sebuah negeri yang-seperti diakuinya malam itu-punya kontribusi besar, berkat Presiden Carter, dalam pembebasannya dari Pulau Buru?


Salah satu yang sering mengagetkan dalam sejarah ialah bahwa ia ternyata bisa mengagetkan. Banyak hal berlangsung bukan semata-mata karena progresi yang seperti hukum itu, bukan karena perkembangan sebuah struktur sosial, bukan pula takdir, melainkan karena tindak manusia. Dari saat Pramudya ditahan sampai dengan saat Pramudya di New York telah berlangsung sebuah periode yang begitu mencengkeram: Perang Dingin. Perang Dingin, yang membagi dunia menjadi dua sejak akhir 1940-an, antara “komunis” dan antikomunis”-seakan-akan itu sebuah pembagian yang kekal-tak disangka-sangka berakhir ketika Mikhail Gorbachev mengambil keputusan yang semula tak terbayangkan di tahun 1989: Uni Soviet harus berubah, dan Tembok Berlin diruntuhkan.


Smiley, tokoh utama John Le Carre yang muncul kembali dalam The Secret Pilgrim, mengatakan itu dengan secercah rasa kagum: “Manusialah yang mengakhiri Perang Dingin itu, kalau kau belum mengetahuinya. Bukan persenjataan, atau teknologi, atau tentara atau serangan. Manusia, itu saja. Dan bahkan bukan manusia Barat… melainkan musuh bebuyutan kita di Timur, yang turun ke jalan, menentang peluru dan tongkat polisi dan berkata: Sudah cukup. Kaisar merekalah, bukan kaisar kita, yang berani naik ke panggung dan mengatakan bahwa ia tak berpakaian.”


Kaisar yang berani, rakyat yang bertindak…. Manusia belum mati-mungkin itulah yang akhirnya harus dikatakan, sebuah kabar gembira untuk Pramudya, tentang Pramudya. Setidaknya ketika musim dingin ketidakbahagiaan kita berakhir, dan tulip dan magnolia muncul, setidaknya sampai musim gugur tiba kembali."
( Majalah Tempo No 08, 27 Apr-3 Mei 1999)

selamat ulang tahun PRAM...semoga diswarga sana engkau bisa menulis dengan bebas tanpa sensor para penguasa...  dan..saat ini dalam bayanganku... engkau bercengkrama bersama HEGEL  dan MARXS.....membahas tentang korupsi di ibu pertiwi.......sambil menertawakan  Nietzsche
yang keberatan kumisnya......



SUMBER :   http://caping.wordpress.com/1999/04/
                     http://id.wikipedia.org/wiki/Pramoedya_Ananta_Toer
                    http://id.wikipedia.org/wiki/Goenawan_Mohamad