Senin, 23 Juni 2014

gayo

gayo

Gayo, itu nama kopi yang ditengguk satu persatu, sore itu. Rokok djarum super merah manisnya mencairkan pahit getirnya kopi hitam itu. Gula kelapa dua sendok kecil diaduk pelan perlahan. Irama guratannya memberikan makna pada cangkir kecil bergambar bunga melati.mulut cangkir yang mungil menganga telanjang tanpa tutup. membiarkan uap kopi  meliuk pelan moksa hilang berbaur asap sebatang rokok filter tergeletak sembarangan. Hujan lagi. Angin memainkan percik percik air tampias hujan. Kecipak-kecipak itu mengingatkan aku pada birahi katak-katak sawah dihamparan sawah padi yang barusan di tanami.Siluet gunung penanggungan biasnya tertutup gegap gempita hujan.
Kabarnya para buruh meneriakkan slogan naik gaji dengan pentungan dan bendera. Teriakan mereka darah tangisnya anak istri tercinta.kabarnya semua naik. Listrik naik. Nasi naik.dikolong kolong lipatan perut itu ada pertanyaan apa ada hati nurani disini?
Lalu jaguar berkulit polos hitam mengkilap, membawakan debu debu dikulit hitam legam para kuli jalanan. Matahari panas nya memaki maki. Derap pacul itu degapnya membahana. Jantung hidup terus dipompa.kapal tangannya mengeras, mengeras menjadi godam dalam kepalan tangan. Kapan sampai? Sampai kapan? Harapannya akan datang si ratu adil. Menjauh jauh dibawa jaguar polos hitam.
Lihat disitu bunga berduri si putri malu.diguncang bunganya dengan taarian para tawon gula.kala susu mahal air tajin juga gula adalah solusi nya. Toh bayi itu tetap mau menetek pada pentil susu artifisial. Gemulai  lenggang  lenggok jaipongan mengisi kotak telivisi. Gembiranya bertalu-talu gendang  menyapu. Ilusinya hari ini adalah hari ini segera bergulir kembali.
Ehm Gayo .kopi yang aku seduh pelan-pelan. …kapan berubah jadi sirup  ke manisan?
erahmawan 1 mei 2014