Sabtu, 19 Oktober 2013

intermeso cangkir teh




sebuah intermeso ketika secangkir teh dihidangkan.
panasnya udara  39 derajat celcius  memanggang kepala
kala harga melangit para buruh minta naik harga gajinya
lalat yang giat menari nari  pada geliatannya ia menarikan dansa lapar
perut berbunyi karena isinya telah pergi ,usapan teh setengah manis mampir
sebentar saja lalu ingatkan aku pada segelas es caramel
manisnya adalah ingatanku pada si mata bundar ber sepatu wedge putih kilap
mp3  marron moving like jagger dalam panggilan telepon
menanyakan apa kabarmu?
bunyi  jaquest martin  kudengar keras mengatakan
beri aku nomor telpon mu
banyaknya sejuta alasanku untuk dengarkan suaramu
tertindih kata hati  BUAT APA?
sia sia saja





“ BE THE MONK WHO SOLD HIS FERRARI”






















Suatu sore saya pernah pergi sendirian kegunung dan pada saat itu, saya mengambil sebuah rute yang belum pernah saya lalui. Alhasil saya menemukan sebuah pegunungan (baca : bukit) yang disulap dijadikan ladang-ladang tanaman tembakau. Hebatnya tanah yang luas itu dimiliki oleh sebuah perusahaan rokok ternama .
Kesedihan saya makin menjadi -jadi ketika melihat banyak pohon besar ditumbangkan sebagai tumbal program tanam tembakau mereka. Saya tidak berpikir terlalu mendalam tentang hal itu.bagaimana tanah yang sangat luas bisa dibeli. Saya tidak heran karena inilah wajah Indonesia sekarang. Sebuah pepatah jawa mengatakan bahwa : 'asu gedhe sero jegok e ',bahwa siapa saja yang bermodal besar ia dapat berbuat apa saja.Kapitalisme murni sudah diluncurkan oleh pengelola negeri ini .Siapa bermodal maka dialah yang berkuasa. Para founder Father tidak merancang negeri ini untuk jadi negeri Kapitalis. Beliau-beliau membangun negeri ini berasaskan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kenyataannya?
Sore itu saya menyempatkan diri untuk minum kopi. Disebuah warung yang ada di kaki bukit gundul itu.Seorang ibu setengah baya membuka warung nasi untuk melayani para kuli yang bekerja meratakan bukit tersebut untuk dijadikan teras siring, media penanaman si daun emas. Kopi yang dibuat di warung manapun di Jawa Timur selalu khas, pasti selalu kemanisan , padahal saya selalu bilang kopi hitam pahit! Berteman pisang goreng yang barusan diangkat dari wajan. saya tuangkan kopi dalam tatakan. Dengan kedua tangan saya sruput kopi tersebut perlahan.Aroma kopi yang kental juga saya hirup.Itulah moment yang paling saya sukai ketika meminum secangkir kopi. Dalam keadaan ini saya selalu membayangkan diri saya sebagai seorang samurai yang sedang melakukan prosesi tea ceremony.
Disamping saya seorang bapak tua memakai batik kotak-kotak. Ia datang setelah seruputan kopi pertama saya. Kami pun terlibat obrolan tentang ini itu. Dari harga pokok untuk bertani yang mahal sampai anak nya yang bekerja salah satu pabrik di Pandaan. Satu hal yang menarik dari obrolan kami adalah fenomena makin banyaknya generasi muda yang tidak mau mencangkul sawah ladangnya. Harga hasil tani yang kurang menarik membuat generasi muda memilih menjadi buruh pabrik yang banyak bertebaran disekitar Pandaan. Sawah ladang yang tak tergarap akhirnya terjual ke para tuan tanah. Hasil jualan tanah di belanjakan untuk kebutuhan prestis dan konsumtif.Seperti beli mobil,Sepeda montor dan naik haji. Sayapun mengangguk-angguk mencoba untuk mengerti.

Robin Sharma membuat sebuah idiom yang juga sebagai nama judul buku bestsellernya “THE MONK WHO SOLD HIS FERRARI”. Idiom Robin Sharma itu bukanlah sebuah perlawanan terhadap kehidupan materialisme,akan tetapi sebuah pesan yang coba disisipkan dari kalimat 'the monk who sold his ferrari “ adalah : INGATLAH APA YANG PALING PENTING DALAM MENCAPAI KEHIDUPAN YANG BAIK”.Robin Sharma lebih lanjut menjelaskan dalam bukunya “THE GREATNESS GUIDE” ;Mengendarai BMW,mengenakan pakaian bermerek Prada , tinggal dihotel Four Seasons,mengumpulkan berton-ton uang tidaklah masalah,jika membuat anda bahagia...(The Greatness Guide,Robin S. Sharma ,2006 ,HarperCollins PublishersLtd,Toronto ,Canada)
Hidup ini memang penuh dengan kesenangan materi akan tetapi jangan lupa kesenangan mendasar yang indah dan perlu dinikmati sepanjang perjalanan hidup kita. misalnya : berinteraksi dengan orang baru, bertemu sahabat-sahabat lama, totalitas berkarya dalam apa saja ,mengekplorasi alam dan kemegahan budaya leluhur,melihat matahari tenggelam ataupun terbit, menikmati indahnya bulan purnama, kelap-kelip beribu kunang-kunang dihamparan tanaman padi di sawah. Semuanya yang saya sebut diatas adalah hal-hal sensasional sebagai pengisi jiwa (bagi saya).
Dari apa yang saya rasakan kesenangan tersebut adalah sebuah hal yang sederhana. Dalam sebuah kalimat sederhana bahasa Jawa tertulis dan terbodir dalam tulisan honocoroko di kaos polo saya; “OPO ANANE,OPO OPO ONO “ Kalimat itu jika diartikan secara sederhana adalah kalau kita mau bersyukur,menerima segala apa rejeki dari Tuhan. Menerima dengan penuh keikhlasan.(OPO ANANE). Maka kita memiliki semua, apapun pasti tersedia. Dan disediakan oleh Tuhan(OPO-OPO ANA).Perlu diingat:
Beberapa kesenangan terbaik dalam hidup adalah hal-hal yang sederhana. Perkaya kehidupan Anda dengan lebih banyak hal sederhana dan Anda akan merasa bahagia”(Robin Sharma,The Greatness Guide ,1996). Mulailah hidup dengan memanen kebahagian dari sekarang, dimulai dari bangun tidur di pagi hari, merasakan sepoi-sepoi udara segar pagi. Katanya Kebahagiaan tidak harus punya Ferrari, tetapi jika harus bermobil Ferrari dan berbahagia,Siapa takut?

Oleh e.rahmawan untuk jurnal kecil Rawont,Surabaya 201 3.

Kamis, 17 Oktober 2013

Aku cinta kau (NGETRIL) dan dia( BATIK)






























dalam semangat hari batik nasional maka hari itu kami sepakat ngetril dengan berbatik ria. Sebelumnya kami memang tidak ada rencana khusus untuk memperingati hari tersebut, apa yang kami lakukan TENTU  mengundang simpati dari orang2 yang melihat kami dengan atribut yang agak lain, yaitu. berbusana batik. Mereka rata-rata tertawa melihat kami yang berempat berbatik dengan perlengkapan ngetrail kami. ada yang nyeletuk "mo kondangan kemana BRO?" kata seorang pengendara sepeda motor trail KLX yang berpapasan dengan kami. Kami pun menjawab mau kondangan ngetril mas. eh oh ya.. ini mungkin sdikit sumbangan kami untuk bangsa ini (baca bukan pemerintah ini )...sumbangan menyemarakkan hari batik nasional dari SEMPU Slendro Merah Putih. sebagai orang kecil gegap gempita kita adalah membeli batik dan memakainya khususnya pada hari-hari tertentu seperti saat ini. Kalo ingat batik saya jadi ingat seorang ibu pengembang batik dari Pandaan. Beliau dengan segala keterbatasannya mencoba bertahan untuk tetap nguri2 budaya leluhur nenek moyang kita ini. Beberapa tahun lalu saya mendengar kabar jika beliau akhirnya hirah kenegeri Jiran dan mengajarkan batik kenegeri itu...apa alasan beliau begitu? itu karena minimnya kesadaran dan perhatian bangsa dan pengelola negeri ini. Pertanyaannya jika BATIK dan Budaya kita yang lain di klaim sebagai milik negeri lain kita bisa apa.megap-megap marah ?